Awas, Tingkat Stress Yang Tinggi Bisa Lebih Mudah Terkena Virus Corona

Awas, Tingkat Stress Yang Tinggi Bisa Lebih Mudah Terkena Virus Corona

Berikut ini adalah Awas, Tingkat Stress Yang Tinggi Bisa Lebih Mudah Terkena Virus Corona yang diharapkan bisa berguna, dapat dipraktekkan, serta menambah informasi yang diperlukan mengenai hal tersebut.

Pandemi virus korona telah berkecamuk selama berbulan-bulan, dan seiring berjalannya waktu, komunitas medis mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang apa yang membuat orang lebih berisiko untuk kasus-kasus serius penyakit ini.

Para ilmuwan saat ini juga terus mengembangkan cara untuk menentukan pasien mana yang mungkin membutuhkan perhatian ekstra segera setelah mereka dirawat.

Sebuah studi baru-baru ini menunjukkan bahwa peningkatan jumlah hormon stres kortisol dalam darah Anda mungkin jadi salah satu faktor yang menunjukkan bahwa kasus virus corona lebih mungkin berakibat fatal.

Temuan yang baru-baru ini diterbitkan dalam jurnal The Lancet, menunjukkan bahwa kadar kortisol yang sangat tinggi dapat membantu memprediksi pasien mana yang berisiko lebih tinggi meninggal.

Studi ini menguji tes darah dari 535 pasien rumah sakit di London, termasuk 403 yang dipastikan terkena COVID-19. Para peneliti menemukan bahwa pasien yang dites positif koronavirus menghasilkan hingga tiga kali jumlah kortisol dalam sistem mereka dibandingkan pasien yang baru pulih dari operasi besar, yang biasanya juga mengalami peningkatan kortisol.

Pasien-pasien yang tingkat kortisolnya paling tinggi, yaitu sekitar 744 nmol / L akan hanya bertahan selama rata-rata 15 hari, sementara mereka yang di bawah tingkat itu bertahan rata-rata selama 36 hari.

Para peneliti sekarang mengatakan bahwa lakukan tes sederhana guna mengukur kadar hormon kortisol dalam darah, bisa jadi taktik menyelamatkan nyawa untuk membantu menetapkan mana pasien yang lebih mendesak untuk diberikan bantuan.

BACA JUGA:  15 Cara Menjaga Gula Darah Supaya Tetap Stabil Secara Alami

“Sekarang, ketika orang tiba di rumah sakit, kami berpotensi memiliki penanda sederhana lain untuk digunakan bersama dengan tingkat saturasi oksigen untuk membantu kami mengidentifikasi pasien mana yang perlu dirawat segera, dan mana yang tidak,” penulis utama studi tersebut Waljit Dhillo, PhD , dari Imperial College London, mengatakan dalam sebuah pernyataan. “Memiliki indikator awal di mana kondisi pasien dapat memburuk lebih cepat akan membantu kami menyediakan tingkat perawatan terbaik secepat mungkin.”

Scroll to Top